Kamis, 19 September 2013

MODEL PENYELESAIAN KONFLIK REGULASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILUKADA 2012 DI ACEH

Penelitian ini mengangkat masalah model penyelesaian konflik regulasi dalam penyelenggaraan Pemilukada di Aceh yang dipicu oleh konflik antara eksekutif, Legislatif dan KIP, di mana legislatif menganggap KIP dan Pemerintah Aceh mengambil kebijakan menetapkan tahapan-tahapan pemilukada tanpa koordinasi dengan DPRA. Dampak dari terakomodirnya calon perseorangan (Independen) dan penetapan tahapan-tahapan Pemilukada. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Informan ditentukan penulis yaitu pakar hukum, pakar politik dan pakar kebijakan publik. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa Konflik Pemilukada 2012 di Aceh terjadi karena pemahaman dan kesepakatan para pihak terhadap Qanun No 7 Tahun 2006 dan UUPA Pasal 256 oleh legislatif, eksekutif dan KIP menganggap sebagai landasan pelaksanaan Pemilukada di Aceh. Qanun No 7 Tahun 2006 yang ditetapkan sebelumnya dijadikan acuan oleh KIP dalam menyelenggarakan Pilpres dan Pemilu legislatif pada tahun 2009. Legislatif tidak menerima diberlakukan Qanun No 7 Tahun 2006 oleh KIP dalam menyelenggarakan Pemilukada tahun 2012, karena Qanun No 7 Tahun 2006 mengakomodir partisipasinya calon perseorangan dalam Pemilukada, padahal sesuai dengan UUPA pasal 256, Pemilu/Pemilukada hanya membenarkan calon perseorangan berpartisipasi dalam sekali pemilihan. Dan keikutsertaan calon perseorangan telah dilakukan pada pemilu legislatif pada tahun 2009. Di samping perihal keikutsertaan calon perseorangan, Legislatif menganggap KIP dan Pemerintah Aceh mengambil kebijakan menetapkan tahapan-tahapan pemilukada tanpa koordinasi dengan DPRA. Model penyelesaian konflik Pemilukada 2012 di Aceh dilakukan dengan model Boulding. model Boulding juga digunakan Pemerintah Pusat metode mengakhiri konflik dengan tiga cara, yakni menghindar dari kemungkinan terburuk yang bisa menimbulkan perpecahan antar kelompok dan elit politik yakni Partai Aceh dan calon Independen, menaklukkan kekuasaan partai Aceh dengan memberikan masukan dan pendekatan dan memberi tawaran dengan membuka pendaftaran kembali, dan mengakhiri konflik sesuai prosedur yaitu dengan mengembalikan regulasi Pilkada kepada regulasi awal yang menjadi pedoman KIP Aceh. Menghindari konflik dengan model ini adalah menawarkan kemungkinan pilihan sebagai jawaban terbaik. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa ini hanya bersifat sementara agar kedua pihak dapat memilih jalan terbaik mengakhiri konflik. Menaklukkan adalah pengerahan semua kekuatan untuk mengaplikasikan strategi perlawanan terhadap konflik. Mengakhiri konflik melalui prosedur rekonsiliasi atau kompromi adalah metode umum yang terbaik dan paling cepat mengakhiri konflik

0 komentar:

Posting Komentar